MELUKIS AWAN (
1 )
“....Tapi baru saja tiga langkah dia beranjak dari
tempatnya memandangi keatas rumah pohon, seolah olah dia mendengar suara
seseorang menyapanya dengan lembut. Suara itu begitu dikenalnya, begitu
lembut...”
“ Melukis awan ma...!!”, itulah kata kata yang terucap tiap kali Affa, bocah
kecil mungil dengan paras imut yang selalu tersenyum setengah tertawa tiap kali Kristin ibunya menanyakan aktifitasnya diatas sebuah rumah pohon
disamping depan sebelah kanan pojok rumahnya. Sebuah bangunan rumah kayu
mungil diatas sebuah pohon jambu
biji yang mungkin umurnya sudah puluhan
tahun dan terasa begitu rindang dan sejuk karena batang batangnya yang kekar serta
daunnya yang rimbun seolah tidak pernah rontok. Sebuah rumah pohon yang dibuat
ayahnya semasa Affa masih didalam kandungan ibunya, mungkin karena sang ayah
pernah berjanji bahwa kalau istrinya hamil dia akan membuat hadiah buat calon
anaknya juga sang istri tercinta. Merekapun sering menghabiskan waktu bersama
hanya sekedar menikmati indahnya matahari terbit dan saat matahari terbenam
sambil makan-makan dan bersendau gurau. Sungguh keluarga kecil yang sangat
bahagia.
Affa
baru menginjak 5 tahun, tapi lesung pipit
dan tawa genitnya menunjukkan bahwa dia sangat menikmati sekali istana
mungilnya yang selalu dia sempatkan singgahi tiap kali mau berangkat sekolah
walau hanya 5 menit, hanya sekedar menjulurkan lengan kanannya yang mungil sembari menegakkan jari
telunjuknya kearah matahari terbit seraya memutar mutar atau bahkan menggerakkan
tidak beraturan dan entah apa yang dia pikirkan saat itu, atau seperti ada yang
dia lihat disana tapi dia selalu tersenyum seolah puas tentang apa yang telah
dia kerjakan. Beberapa saat kemudian dia turun
dengan lincahnya menuruni tangga yang terbuat dari potongan batang pohon , ada sekitar 11
anak tangga, cukup tinggi memang untuk anak seumuran Affa, dia kemudian
menghapiri ibunya yang telah menunggunya dibawah rumah pohonnya, memeluknya,
kemudian mengucap salam sambil mencium telapak tangan kanan ibunya,
“
Assalamu’alaikum....”.
“ Wa’alaikumsalam.... belajar yang pinter ya... nduk...”,
balas Kristin sembari mencium pipi kanan pipi kiri dan kening buah hatinya.
Sekejap kemudian Affa sudah berlari kecil menuju sekolahnya yang tidak jauh
dari rumahnya. Kristin hanya bisa tersenyum bangga pada putri kecilnya yang
sejenak kemudian hilang dari pandangannya begitu Affa berbelok memasuki halaman
sekolahnya.
Ada
sedikit perasaan khawatir dihati Kristin melihat tingkah laku anak semata
wayangnya itu sejak sang ayah berangkat ke luar kota untuk menemani usaha majikannya. Begitu Affa sudah tidak tampak dari
pandangannya dia sesekali mendongak keatas kearah dimana Affa menudingkan jari
jari lentiknya kelangit.
“ Ah... Affa...Affa...., ada ada saja..”,
begitu gumam Kristiani sambil berlalu.
Tapi baru saja tiga langkah dia beranjak dari tempatnya memandangi
keatas rumah pohon, seolah olah dia mendengar suara seseorang menyapanya dengan
lembut. Suara itu begitu dikenalnya, begitu lembut...
dan suara itu selalu didengarnya setiap kali suaminya tercinta pulang dari
kerjanya,
“
yaaaank....”.
Sejenak Kristin berhenti melangkah dan mencoba
mencari asal suara yang sangat akrab ditelinganya itu, akan tetapi dia masih
ragu apa benar itu suara suaminya tercinta atau hanya suara suara liar yang
secara tidak sengaja terbawa angin dan sampai ditelinganya.
“ Mas
Pur....?!”, seolah ingin meyakinkan dirinya kristiani berusaha memjawab sapaan
yang entah darimana asalnya itu..., sepi.... hanya bunyi gerisik atap rumbia dan
derit ranting pohon jambu yang dia dengar dari atas rumah pohon anaknya, dan
suara suara riuh anak TK dimana Affa sekolah yang sayup-sayup terdengar sampai
kerumahnya.
“
Yaaahh....?!”
sekali
lagi Kristiani agak keras menyapa, tapi
tetap saja dia tidak melihat ada tanda tanda orang disekitarnya, yang terlihat
hanyalah hijau daun dan bunga-bunga tanaman hias yang mempercantik halaman
rumah kecil ukuran 6x6 meter itu.
Rumah
itu seolah bagaikan istana bagi keluarga kecil bahagia ini tiap sore mereka
selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dan merawat bunga bunga ditaman itu.
Ada deretan bunga eporbia yang menghiasi jalan kecil dari pagar luar rumah
menuju taman, sementara diteras rumah dipasang bunga gelombang cinta yang
menghijau dengan pot-potnya yang besar menambah sejuk suasana rumah mereka,
belum lagi bunga-bunga dalam pot yang sengaja dipasang ayah Affa bergantungan
di atap teras rumah, semakin menambah asri rumah mereka.
“ Hemmmm...., Ah mungkin aku salah dengar.....
mas Pur kan lagi tugas ke keluar kota.”
Kristin
pun beranjak pergi menuju rumah.
Didalam rumah Kristin berhenti
sejenak memandangi lukisan foto keluarganya yang terpasang apik ditembok ruang
tamu ukuran 3x3 meter itu. Ada perasaan aneh yang timbul saat dia memandangi
lukisan mereka bertiga, Tiba tiba kristin merasa begitu kangen kepada suaminya,
senyuman suaminya didalam lukisan itu seolah olah begitu hidupnya, beberapa
saat dia mulai terbawa emosi hatinya, tanpa terasa air mata menetes dari sudut
matanya dan membasahi wajahnya yang ayu itu. Sebenarnya masih satu minggu lagi suaminya akan datang setelah
selesai melaksanakan tugasnya. Perlahan sambil mengusap air mata dipipinya dia mendekati
lukisan ditembok dan membelai pelahan wajah suami tercintanya, kemudian diapun melangkah
kedapur meneruskan kegiatannya memasak untuk makan siang buah hatinya sepulang
sekolah nanti.
Next......
...Tiba tiba tanpa sengaja
Kristin tersedak dan terbatuk batuk begitu mendengar jawaban dari putri nya
yang masih polos itu sampai sampai dekapannya hampir lepas dan Affa hampir saja
terjatuh dari pangkuannya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar